Jumat, 23 November 2012

Cerpen "Sang Pelagi Impian"




                                                                                    Nama              : NR. Desy Puspitasari S
                                                                                    Kelas               : X – 7
                                                                                    No. Absen      :  23

A.    Cerpen

Sang Pelangi Impian
Pagi itu terasa berbeda dari biasanya. Mentari pagi enggan menampakkan dirinya, awan hitam menyelimuti permukaan langit, tak setitik pun mentari menemani. Hal ini sudah kuduga sebelumnya, hujan ternyata turun dengan derasnya.
Derasnya hujan membuat aku dan Ibu kewalahan, ya! beginilah keadaan rumahku, hanya terbuat dari papan dan tempelan kardus yang disusun dengan sedemikian rupa, memungkinkan banyaknya air yang masuk ke dalam. Tinggal di sebuah kota megah dan mewah, tak menjamin akan kehidupan yang gemilang. Tinggal di sebuah kota metropolitan yang mempunyai gedung – gedung tinggi yang katanya akan menjamin kehidupan itu, nyatanya nol besar, tinggal di kota justru lebih besar resikonya bagi orang yang awalnya hanya sekedar mencoba tanpa ada tujuan yang pasti.
            Tak lama kemudian hujan pun berhenti, mentari pagi menyorot dari lubang kecil di dinding rumahku. Saat aku keluar, aku di sambut oleh sang mentari pagi yang indah.

"Selamat pagi sang surya, akhirnya engkau menampakkan dirimu.”

Tiba – tiba mataku terpaku pada sebuah lukisan indah yang tergores di sebuah langit yang cerah, ya ! itu pelangi. Aku sangat senang sekali melihatnya, mungkin aku tak tahu entah bagaimana engkau bisa terbentuk, karena aku tak sempat mengetahuinya karena mungkin pengetahuanku yang kurang juga karena aku putus sekolah, yang aku tahu hanyalah sang penciptamu yaitu sang Maha Agung. Dari dulu aku sangat ingin melukiskan goresan – goresan warna indahmu di sebuah kanvas seperti cita – citaku yaitu sebagai pelukis. Namun, semua impian itu hanya bisa ku pendam rapat – rapat di dalam hati, tapi aku tetap yakin mimpi besarku akan terwujud entah berapa lama lagi. Akupun sudah mencoba meminta pada Ibu agar dibelikan alat melukis dan Ibu hanya berkata

 “ Iya nak, suatu saat nanti, jika kita sudah punya uang banyak, Ibu akan belikan untukmu “ Hanya jawaban itu yang bisa ku dengar dan berharap menjadi sebuah kenyataan.
           
            Seperti biasanya, saat anak – anak lain sibuk pergi sekolah, akupun harus siap bergegas, hanya saja aku harus menyusuri jalanan untuk mendapakan sebuah botol plastik bekas yang menurut sebagian orang jijik, tapi inilah kehidupan yang aku jalani. Saat terik matahari mulai meninggi, biasanya aku mampir di sebuah tempat, yang menjadi impian besarku, itu adalah tempat dimana orang yang kursus melukis. Walaupun aku hanya duduk di luar teras, setidaknya aku dapat melihat warna – warni indahnya cat, dan kanvas yang menjadi dasarnya. Pak Gito, beliau adalah seniman yang bertugas untuk melatih anak – anak, suatu hari Pak Gito mengajakku masuk ke dalam kelas, niatnya hanya ingin aku bisa melihat dari dekat kegiatan melukis daripada aku harus meihatnya di luar terus setiap hari. Namun akhirnya Pak Gito di omeli oleh pemilik sanggar lukis itu karena telah memberi ijin masuk orang yang bukan siswa sanggar tersebut sembarangan. Daripada Pak Gito kena imbasnya, akhirnya aku memutuskan untuk keluar dan hanya melihatnya dari luar. Kadang kala aku hanya bisa meniru gambar yang Pak Gito ajarkan di atas tanah dengan menggunakan lidi sebagai medianya. Walaupun gambar yang aku buat tidak mempunyai warna yang menarik, hanya warna tanah saja, namun itu bagiku merupakan sebuah hal yang indah karena itu merupakan sebuah mimpi besarku.            Pukul 14.00 WIB tepat waktunya sanggar membubarkan siswanya, akupun turut serta untuk melanjutkan pencarian botol bekas dan lekas pulang ke rumah. Tiba – tiba saja dari belakang ada yang memanggil namaku, akupun menoleh.
“Caca…” ternya dia adalah anak sanggar lukis itu yang aku belum tahu namanya.

“ Iya siapa ya ?” tanyaku heran
“ Perkenalkan namaku  Rey, aku anak didiknya Pak Gito”
“ Oh, ada apa kamu memanggilku ?”
“ Aku hanya ingin kenal aja. Kamu suka ngelukis juga ya Ca ?”
“ Ya, seperti itulah Rey “
“ Tapi… kenapa kamu gak ikut di sanggar ?”
Belum sempat aku jawab pertanyaanya tiba- tiba ada yang menjemput Rey dari luar gerbang dengan mobil, mungkin itu adalah Ayahnya.

“ Rey ayo masuk !” teriak Ayahnya dari jendela mobil
“ Maaf ya Ca, aku harus pulang.  Nanti bsok kamu ke sanggar ya Ca, ada yang mau aku perlihatkan padamu “

Rey pun segera mengampiri ayahnya yang sudah menunggu di mobil. Begitupun dengan aku, karena hari sudah larut aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Seperti biasanya Ibu sudah menyiapkan makan di atas meja, lauknya  pun sederhana saja, hanya dengan 2 iris tempe dan kerupuk, namun itu bagiku sudah lebih dari cukup. Aku menjadi penasaran atas apa yang akan di perlihatkan oleh Rey. Tapi, rasa penasaran itu tak berlalu lama, akupun terlelap tidur dengan cahaya lilin yang menemaniku.
Pagi – pagi sekali, sebelum matahari muncul aku harus segera bangun untuk menghadap dan bersujud kepada sang Illahi dan membantu Ibuku. Akupun teringat kembali apa yang akan di perlihatkan Rey padaku. Rasanya aku ingin cepat pergi ke sanggar. Pagi itu aku mulai mencari botol bekas lebih awal dari biasanya. Mungkin rasa penasaranku membuat aku lebih bersemangat. Setibanya di sanggar, ternyata mereka masih belajar melukis, dengan rasa penasaran aku duduk di teras sambil menunggu Rey keluar dari sanggar.

“ Hallo Ca” Tiba – tiba ada yang memanggilku dari arah belakang, ternyata itu Rey
Hallo juga Rey” Jawabku

Tiba – tiba ia mengeluarkan kertas yang di gulung rapih, dan memberikannya kepadaku.
“apa ini “
“Coba kamu buka “

Ternyata gulungan itu merupakan lukisan yang di buat oleh Rey, dan disitulah terdapat lukisan pelangi yang sangat indah, betapa tidak coretan warnanya begitu memancar dengan indahnya.

“Rey, ini untukku ? “
“Iya, itu untukmu”
“kenapa kamu memberiku lukisan ini ? “
“Aku tahu bahwa kamu sangat senang dengan lukisan, setiap hari aku selalu melihat kamu sedang memperhatikan kami belajar melukis dari luar “
“terima kasih Rey, aku sangat senang sekali bisa mendapat lukisan ini, akan ku pajang lukisan ini di rumahku “
“Ya sama – sama, aku juga senang kamu menyukai lukisan itu, bagaimana kalau kita melukis bersama, kebetulan aku masih punya persediaan kanvas”
“Benarkah ? iya aku mau Rey” dengan rasa bahagia

Kanvas, kuas, dan cat yang tadinya hanya berada pada hayalanku kini sekarang aku dapat memegangnya dan menggunakannya. Kini mimpiku jadi nyata, dan aku percaya aku akan menggapai mimpiku. Goresan demi goresan aku coretkan pada kanvas putih hingga penuh dengan warna dan curahan hatiku. Tak lama kemudian Rey pun datang dengan membawa makanan dari kantin.

“ Waww… ini lukisanmu Ca ?” terkejut
“Iya Rey, kenapa jelek ya ?” hmm lesu
“Waw waw waww… ini lukisan terindah yang pernah aku lihat Ca, sepertinya kamu sangat berbakat dalam melukis. Lukisan ini layak dan harus diikutkan dalam festival lukisan minggu depan Ca, disana akan banyak sekali pelukis – pelukis terkenal seperti yang dikatakan oleh Pak Gito. “
“Tapi aku tak yakin bisa Rey…”
“Yakinlah Ca, aku harap kamu bisa mengikuti acara ini, aku yakin kamu bisa !”

Rey pun mendaftarkanku dalam festival lukisan tersebut. Hari itupun tiba, di saat aku mengikuti festival melukis tersebut. Namun Rey belum datang juga. Tapi aku tetap semangat dan yakin aku pasti bisa, seperti apa yang dikatakan oleh Rey. Betapa terkejutnya aku, tiba – tiba namaku dipanggil ke atas panggung dan aku dinyatakan sebagai juara pertama lomba festival lukisan tersebut. Akupun sangat senang sekali, rasanya mimpiku kini bukan lagi hanya  hayalan belaka. Tapi dibalik kebahagiaan itu, aku mendengar sebuah berita yang sangat tidak enak, tiba – tiba Pak Gito datang dan memberi kabar kepadaku bahwa Rey kecelakaan dan meninggal di tempat saat dalam perjalanan menuju kesini. Aku sangat kaget akan berita tersebut, akupun merasa bersalah mungkin karena aku Rey kecelakaan, hanya untuk melihatku di acara festival itu.

“Namun waktu telah berlalu dan tak mungkin untuk diputar kembali, tapi aku tetap akan selalu mengingat akan semua kebaikanmu Rey, kemenanganku hari ini kupersembahkan untukmu Rey, kamu merupakan insfiratorku, karena kamu yang mengenalkanku akan mimpiku ini, kamu yang mengajakku pada dunia yang selama ini menjadi hayalanku, tanpa kamu, aku mungkin tidak akan seperti ini. Aku yakin kamu pasti bahagia di alam sana, dan akan selalu ku ingat kata – katamu yang kau ucapkan padaku, dan aku akan tetap berjuang untuk meraih impianku seperti apa yang kau katakana. Aku yakin aku pasti bisa… !!!”

***TAMAT***







B.     Unsur Intrinsik

Tema               : Mengejar mimpi

Tokoh              :
1.      Aku (Caca)
2.      Rey
3.      Pak Gito

Watak              :
1.      Aku (Caca) : Tekun, rajin, baik, penyabar
2.      Rey : Baik, ramah, perhatian
3.      Pak Gito : Ramah, baik hati

Alur                 : Alur Maju ( Menceritakan dari awal sampai akhir )

Setting / latar   a. Tempat : Rumah, Sanggar lukis
                        b. Waktu  : Pagi, Siang, Sore, Malam

Sudut pandang : Orang pertama pelaku utama

Gaya Bahasa   : Diksi

Amanat           : Kejarlah selalu apa yang menjadi impianmu, selagi kamu berusaha dan yakin akan impianmu itu tidak akan mustahil mimpimu akan menjadi sebuah kenyataan, yang akan membuatmu merasa bangga dan tidak akan pernah takut untuk menjadi seorang PEMIMPI !!!

C.     Unsur Ekstrinsik

Nilai yang terkandung            : Nilai sosial

D.    Hal – hal Yang Menarik
                                                :
Saat ia / Caca (aku) bertemu dengan Rey, dan memberinya celah untuk menggapai mimpinya.

Saat keberhasilan yang telah di capai oleh Caca (aku) dan mimpinya menjadi kenyataan yaitu menjadi seorang Pelukis.

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar