Nama :
NR. Desy Puspitasari S
Kelas : X – 7
No.
Absen : 23
A.
Cerpen
Sang Pelangi Impian
Pagi
itu terasa berbeda dari biasanya. Mentari pagi enggan menampakkan dirinya, awan
hitam menyelimuti permukaan langit, tak setitik pun mentari menemani. Hal ini
sudah kuduga sebelumnya, hujan ternyata turun dengan derasnya.
Derasnya
hujan membuat aku dan Ibu kewalahan, ya! beginilah keadaan rumahku, hanya
terbuat dari papan dan tempelan kardus yang disusun dengan sedemikian rupa,
memungkinkan banyaknya air yang masuk ke dalam. Tinggal di sebuah kota megah
dan mewah, tak menjamin akan kehidupan yang gemilang. Tinggal di sebuah kota
metropolitan yang mempunyai gedung – gedung tinggi yang katanya akan menjamin
kehidupan itu, nyatanya nol besar, tinggal di kota justru lebih besar resikonya
bagi orang yang awalnya hanya sekedar mencoba tanpa ada tujuan yang pasti.
Tak lama kemudian hujan pun
berhenti, mentari pagi menyorot dari lubang kecil di dinding rumahku. Saat aku
keluar, aku di sambut oleh sang mentari pagi yang indah.
"Selamat
pagi sang surya, akhirnya engkau menampakkan dirimu.”
Tiba – tiba
mataku terpaku pada sebuah lukisan indah yang tergores di sebuah langit yang
cerah, ya ! itu pelangi. Aku sangat senang sekali melihatnya, mungkin aku tak
tahu entah bagaimana engkau bisa terbentuk, karena aku tak sempat mengetahuinya
karena mungkin pengetahuanku yang kurang juga karena aku putus sekolah, yang
aku tahu hanyalah sang penciptamu yaitu sang Maha Agung. Dari dulu aku sangat
ingin melukiskan goresan – goresan warna indahmu di sebuah kanvas seperti cita
– citaku yaitu sebagai pelukis. Namun, semua impian itu hanya bisa ku pendam
rapat – rapat di dalam hati, tapi aku tetap yakin mimpi besarku akan terwujud
entah berapa lama lagi. Akupun sudah mencoba meminta pada Ibu agar dibelikan
alat melukis dan Ibu hanya berkata
“ Iya nak,
suatu saat nanti, jika kita sudah punya uang banyak, Ibu akan belikan untukmu “ Hanya jawaban
itu yang bisa ku dengar dan berharap menjadi sebuah kenyataan.
Seperti
biasanya, saat anak – anak lain sibuk pergi sekolah, akupun harus siap bergegas,
hanya saja aku harus menyusuri jalanan untuk mendapakan sebuah botol plastik
bekas yang menurut sebagian orang jijik, tapi inilah kehidupan yang aku jalani.
Saat terik matahari mulai meninggi, biasanya aku mampir di sebuah tempat, yang
menjadi impian besarku, itu adalah tempat dimana orang yang kursus melukis.
Walaupun aku hanya duduk di luar teras, setidaknya aku dapat melihat warna –
warni indahnya cat, dan kanvas yang menjadi dasarnya. Pak Gito, beliau adalah
seniman yang bertugas untuk melatih anak – anak, suatu hari Pak Gito mengajakku
masuk ke dalam kelas, niatnya hanya ingin aku bisa melihat dari dekat kegiatan
melukis daripada aku harus meihatnya di luar terus setiap hari. Namun akhirnya
Pak Gito di omeli oleh pemilik sanggar lukis itu karena telah memberi ijin
masuk orang yang bukan siswa sanggar tersebut sembarangan. Daripada Pak Gito
kena imbasnya, akhirnya aku memutuskan untuk keluar dan hanya melihatnya dari
luar. Kadang kala aku hanya bisa meniru gambar yang Pak Gito ajarkan di atas
tanah dengan menggunakan lidi sebagai medianya. Walaupun gambar yang aku buat
tidak mempunyai warna yang menarik, hanya warna tanah saja, namun itu bagiku
merupakan sebuah hal yang indah karena itu merupakan sebuah mimpi besarku. Pukul 14.00 WIB tepat waktunya
sanggar membubarkan siswanya, akupun turut serta untuk melanjutkan pencarian
botol bekas dan lekas pulang ke rumah. Tiba – tiba saja dari belakang ada yang
memanggil namaku, akupun menoleh.
“Caca…” ternya dia
adalah anak sanggar lukis itu yang aku belum tahu namanya.
“
Iya siapa ya ?”
tanyaku heran
“
Perkenalkan namaku Rey, aku anak
didiknya Pak Gito”
“
Oh, ada apa kamu memanggilku ?”
“
Aku hanya ingin kenal aja. Kamu suka ngelukis juga ya Ca ?”
“
Ya, seperti itulah Rey “
“
Tapi… kenapa kamu gak ikut di sanggar ?”
Belum sempat aku jawab pertanyaanya
tiba- tiba ada yang menjemput Rey dari luar gerbang dengan mobil, mungkin itu
adalah Ayahnya.
“
Rey ayo masuk !”
teriak Ayahnya dari jendela mobil
“
Maaf ya Ca, aku harus pulang. Nanti bsok kamu ke sanggar ya Ca, ada yang mau
aku perlihatkan padamu “
Rey pun segera
mengampiri ayahnya yang sudah menunggu di mobil. Begitupun dengan aku, karena
hari sudah larut aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Seperti biasanya Ibu
sudah menyiapkan makan di atas meja, lauknya
pun sederhana saja, hanya dengan 2 iris tempe dan kerupuk, namun itu
bagiku sudah lebih dari cukup. Aku menjadi penasaran atas apa yang akan di
perlihatkan oleh Rey. Tapi, rasa penasaran itu tak berlalu lama, akupun
terlelap tidur dengan cahaya lilin yang menemaniku.
Pagi – pagi
sekali, sebelum matahari muncul aku harus segera bangun untuk menghadap dan
bersujud kepada sang Illahi dan membantu Ibuku. Akupun teringat kembali apa
yang akan di perlihatkan Rey padaku. Rasanya aku ingin cepat pergi ke sanggar. Pagi
itu aku mulai mencari botol bekas lebih awal dari biasanya. Mungkin rasa
penasaranku membuat aku lebih bersemangat. Setibanya di sanggar, ternyata
mereka masih belajar melukis, dengan rasa penasaran aku duduk di teras sambil
menunggu Rey keluar dari sanggar.
“ Hallo Ca” Tiba – tiba ada yang memanggilku dari
arah belakang, ternyata itu Rey
“ Hallo juga Rey” Jawabku
Tiba – tiba ia
mengeluarkan kertas yang di gulung rapih, dan memberikannya kepadaku.
“apa ini “
“Coba kamu buka “
Ternyata
gulungan itu merupakan lukisan yang di buat oleh Rey, dan disitulah terdapat
lukisan pelangi yang sangat indah, betapa tidak coretan warnanya begitu
memancar dengan indahnya.
“Rey, ini untukku ? “
“Iya, itu untukmu”
“kenapa kamu memberiku lukisan ini ? “
“Aku tahu bahwa kamu sangat senang dengan lukisan,
setiap hari aku selalu melihat kamu sedang memperhatikan kami belajar melukis
dari luar “
“terima kasih Rey, aku sangat senang sekali bisa
mendapat lukisan ini, akan ku pajang lukisan ini di rumahku “
“Ya sama – sama, aku juga senang kamu menyukai
lukisan itu, bagaimana kalau kita melukis bersama, kebetulan aku masih punya
persediaan kanvas”
“Benarkah ? iya aku mau Rey” dengan rasa
bahagia
Kanvas, kuas,
dan cat yang tadinya hanya berada pada hayalanku kini sekarang aku dapat memegangnya
dan menggunakannya. Kini mimpiku jadi nyata, dan aku percaya aku akan menggapai
mimpiku. Goresan demi goresan aku coretkan pada kanvas putih hingga penuh
dengan warna dan curahan hatiku. Tak lama kemudian Rey pun datang dengan
membawa makanan dari kantin.
“ Waww… ini lukisanmu Ca ?” terkejut
“Iya Rey, kenapa jelek ya ?” hmm lesu
“Waw waw waww… ini lukisan terindah yang pernah aku
lihat Ca, sepertinya kamu sangat berbakat dalam melukis. Lukisan ini layak dan
harus diikutkan dalam festival lukisan minggu depan Ca, disana akan banyak
sekali pelukis – pelukis terkenal seperti yang dikatakan oleh Pak Gito. “
“Tapi aku tak yakin bisa Rey…”
“Yakinlah Ca, aku harap kamu bisa mengikuti acara
ini, aku yakin kamu bisa !”
Rey pun
mendaftarkanku dalam festival lukisan tersebut. Hari itupun tiba, di saat aku
mengikuti festival melukis tersebut. Namun Rey belum datang juga. Tapi aku
tetap semangat dan yakin aku pasti bisa, seperti apa yang dikatakan oleh Rey.
Betapa terkejutnya aku, tiba – tiba namaku dipanggil ke atas panggung dan aku
dinyatakan sebagai juara pertama lomba festival lukisan tersebut. Akupun sangat
senang sekali, rasanya mimpiku kini bukan lagi hanya hayalan belaka. Tapi dibalik kebahagiaan itu,
aku mendengar sebuah berita yang sangat tidak enak, tiba – tiba Pak Gito datang
dan memberi kabar kepadaku bahwa Rey kecelakaan dan meninggal di tempat saat
dalam perjalanan menuju kesini. Aku sangat kaget akan berita tersebut, akupun
merasa bersalah mungkin karena aku Rey kecelakaan, hanya untuk melihatku di
acara festival itu.
“Namun waktu telah berlalu dan tak mungkin untuk
diputar kembali, tapi aku tetap akan selalu mengingat akan semua kebaikanmu
Rey, kemenanganku hari ini kupersembahkan untukmu Rey, kamu merupakan insfiratorku,
karena kamu yang mengenalkanku akan mimpiku ini, kamu yang mengajakku pada
dunia yang selama ini menjadi hayalanku, tanpa kamu, aku mungkin tidak akan
seperti ini. Aku yakin kamu pasti bahagia di alam sana, dan akan selalu ku
ingat kata – katamu yang kau ucapkan padaku, dan aku akan tetap berjuang untuk
meraih impianku seperti apa yang kau katakana. Aku yakin aku pasti bisa… !!!”
***TAMAT***
B.
Unsur Intrinsik
Tema :
Mengejar mimpi
Tokoh :
1.
Aku
(Caca)
2.
Rey
3.
Pak
Gito
Watak :
1.
Aku
(Caca) : Tekun, rajin, baik, penyabar
2.
Rey
: Baik, ramah, perhatian
3.
Pak
Gito : Ramah, baik hati
Alur :
Alur Maju ( Menceritakan dari awal sampai akhir )
Setting / latar a. Tempat : Rumah, Sanggar lukis
b.
Waktu : Pagi, Siang, Sore, Malam
Sudut pandang : Orang pertama pelaku
utama
Gaya Bahasa : Diksi
Amanat : Kejarlah selalu apa yang menjadi
impianmu, selagi kamu berusaha dan yakin akan impianmu itu tidak akan mustahil
mimpimu akan menjadi sebuah kenyataan, yang akan membuatmu merasa bangga dan
tidak akan pernah takut untuk menjadi seorang PEMIMPI !!!
C.
Unsur Ekstrinsik
Nilai yang
terkandung : Nilai sosial
D.
Hal – hal Yang Menarik
:
Saat ia / Caca (aku) bertemu dengan Rey,
dan memberinya celah untuk menggapai mimpinya.
Saat keberhasilan yang telah di capai
oleh Caca (aku) dan mimpinya menjadi kenyataan yaitu menjadi seorang Pelukis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar